Wong Solo

Wong Solo

Kamis, 03 April 2014

Kembalinya Jagoan dari Solo

Lama tidak terdengar bukan berarti tidak eksis lagi. Apalagi sampai kehilangan pamor bisnisnya. Tapi, Diam-diam Ayam Bakar Wong Solo sudah menyebarang ke negeri Jiran dan tengah digemari penduduk sana. Selain itu, merek ini juga sudah menjadi grup yang sukses melambungkan usaha-usaha tradisional seperti Mie Jogja dan Iga Bakar. Seperti apa?
Sekitar 6 tahun silam, siapa yang tidak kenal Puspo Wardoyo, namanya sudah melekat dengan Ayam Bakar Wong Solo. Maklum saja, saat itu gerai Ayam Bakar Wong Solo sudah menggurita ke setiap sudut wilayah Jakarta. Kala itu, merek ini tengah di puncak kejayaannya di Indonesia, terutama Jakarta. Orang pun tidak mengalami kesulitan menemukan gerai Wong Solo di Jakarta. Namun kini, gerainya tenggelam di tengah hingar bingar kota Jakarta. Gerainya nyaris hampir tidak ada sama sekali. Yang tersisa, hanya sebuah gerai di wilayah Casablanca, Jakarta Selatan.   
Tidak dipungkiri, salah satu penyebab lakon pudarnya pesona Wong Solo adalah gagasan poligami yang menjadi main stream bisnis sang ownernya yang memang gemar mempublikasikan wacana poligami. Maklum saja, masyarakat Indonesia, terutama kaum perempuan masih tabu dengan wacana itu, jangankan menerima dan mempraktekannya, mendengar istilahnya saja sudah alergi. Maka tak urung, merek Wong Solo pun menjadi terboikot. Padahal, merek ini bisa dikatakan sudah sukses mengembangkan gerainya dengan pola waralaba, merek yang berdiri pada 1991 ini bisa dibilang salah satu pionir waralaba lokal.


Lalu kemana gerangan Ayam Bakar Wong Solo? Di Jakarta bolehlah merek ini tidak mendapatkan tempat. Tapi Wong Solo tetap ada, bahkan bertambah eksis di daerah-daerah, hingga manca negara. Saat ini Wong Solo diam-diam sudah membuka 5 gerai di Malaysia. 

Di Malaysia, Wong Solo sedang digjaya. Di negeri itu waralaba ini tengah menjadi tempat makan favorit warga sana. “Saat ini Wong Solo sedang booming di Malaysia. Disana rumah makan kita menjadi tempat yang paling digemari daripada restoran asal sana,” ujar Puspo Wardoyo, Pemilik rumah makan Ayam Bakar Wong Solo. Di negeri Jiran itu omset Wong Solo bisa mencapai 70 ribu ringgit atau setara Rp 21 juta perharinya.     

Dikatakan Puspo, warga di negeri Jiran sangat berbeda dengan warga Indonesia yang anti poligami. Disana mayoritas umat Islamnya tidak begitu mempedulikan isu ini. Berbeda dengan di Indonesia yang negaranya masih berbau sekuler, apalagi di kota Jakarta dan Bandung. “Di Jakarta dan Bandung bolehlah kita diboikot. Tapi di kota-kota daerah dan Malaysia rumah makan kita dicari orang Indonesia. Orang kota kalau pergi ke daerah yang dicari Wong Solo,” tandas Puspo.

Saat ini jumlah gerai Wong Solo tetap banyak, sekitar 56 gerai tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan, Sumatera, Selangor, Sulawesi, Selangor, Bali, Jogjakarta, Aceh, Banten, dan Kuala Lumpur. Setiap gerai masih menghasilka kinerja yang baik.    “Kedepan, rencanya kita juga akan buka di Brunai, Hongkong dan Belanda di wilayah yang banyak kominitas muslimnya,” tutur Puspo.

Diakui Puspo, untuk wilayah Jakarta dan Bandung Wong Solo memang tidak begitu menjadi perhatian utama ekpansi saat ini. Namun bukan berati Wong Solo menyerah. “Kita memang sedang tiarap dulu di Jakarta. Tapi 3 tahun mendatang baru kita akan masuk lagi, tapi bukan dengan konsep sekarang,” katanya.      

Puspo mengutarakan, pada saatnya nanti Wong Solo akan hadir dengan konsep buka gerai di mal-mal Jakarta. Karena menurutnya, cara seperti itu yang lebih efektif. “Sebab kalau buka rumah makan di suatu tempat sendiri, lihat saja sekarang, di Jakarta banyak restoran yang tutup. Semuanya pada pindah ke mal, di foodcourt-nya. Nah, kedepannya kita juga akan masuk kesana. Konsep rumah makannya pun tidak seperti rumah joglo lagi yang besar dan luas,” ungkapnya.


Kembangkan usaha daerah

Kalau Anda jalan-jalan ke daerah, terutama kota Malang dan Bandung. Jangan aneh jika melihat kedai dengan merek Iga Bakar Mas Giri selalu ramai dan antri dikunjungi masyarakat. Pasalnya, merek ini kini sedang booming di daerah itu, tidak terkecuali di Medan dan Manado, serta Jambi. Omsetnya pun terbilang fantastis. Dalam sehari, satu gerai Iga Bakar ini bisa mengantongi Rp 16 sampai Rp 20 juta. “Kalau hari biasa pengunjungnya sekitar 15 ribuan, tapi kalau hari libur bisa mencapai 24 ribu,” ujar salah satu karyawan Iga Bakar Mas Giri ketika ditemui di Bandung. 

Saat ini Iga Bakar Mas Giri memang belum masuk ke Jakarta. Gerainya pun baru 6 buah. Namun pasti Anda tidak mengira, kalau dibelakang suksesnya Iga Bakar itu tidak lain dan tak bukan adalah Puspo Wardoyo. Puspo selama ini dikenal sebagai pengusaha asal Solo yang memiliki waralaba Ayam Bakar Wong Solo. Akan tetapi, tidak ada yang tahu kalau tangan dinginnya selama ini tidak hanya mampu melambungkan Wong Solo semata. Melainkan, usaha-usaha daerah pun banyak yang sukses Ia kembangkan.

Selain Iga Bakar, pastinya tidak ada yang menyangka kalau gerai Mi Jogja Pak Karso yang saat ini sudah mulai menjamur di kota Jakarta itu juga Puspo juga yang kembangkan. Jika Iga Bakar baru dua tahun ini Ia kembangkan, lain halnya dengan Mie Jogja yang sudah dirintisnya sejak 2006. Kedua usaha ini awalnya adalah usaha kaki lima biasa yang dijalankan oleh Pak Karso dan Mas Giri. Namun, kinerja bisnisnya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Padahal, produknya sangat enak dan unik.

Nah, Puspo yang tangan dinginnya piawai mengembangan sebuh produk menjadi sebuah bisnis unggulan pun sangat jeli melihat itu. Tanpa menyingkirkan sang empunya produk, Puspo pun menggandeng pedagang yang mangkal di kaki lima tersebut untuk naik kelas menjadi usaha yang berkonsep. “Tapi yang utama saya lihat adalah produknya dulu,” ujar Puspo mengungkapkan rahasia sukses bsinisnya.

Alhasil, Anda bisa lihat sendiri gerai Mie Jogja Pak Karso dan Iga Bakar Mas Giri, Meskipun sukses namun tetap melekatkan nama sang empunya paten di belakangnya. “Sedangkan saya sendiri bertindak sebagai master franchise yang mengembangkan usaha yang selanjutnya bisa di-subfranchisekan. Sang empunya produk akan mendapat royalti dari setiap gerai franchisenya,” kata Puspo yang juga sukses mengembangkan Ayam Penyet Surabaya, Mie Kocok Bandung Mang Uci, serta Mie Ayam KQ-5 & Steak KQ5 dan Mie Ayam Jamur.

Dalam memaknai binis franchise, Puspo memiliki sudut pandang yang berbeda dengan pemikiran para pelaku bisnis franchise kebanyakan. Bagi Puspo, franchise itu adalah bisnis yang sangat istimewa, maka kerugian yang menimpa franchisee sejatinya ditanggung semua oleh franchisor. “Franchise itu bisnis unggulan. Maka sudah kewajiban franchisor harus bisa menggaransi bisnisnya pada franchisee. Saya pun begitu, semua bisnis franchisee saya garansi, kalau ada yang rugi semuannya saya berani jamin dan beli kembali bisnisnya,” tukasnya.

Lebih jauh lagi Puspo membeberkan kegelisahannya terhadap fenomena bisnis franchise di Indonesia. Menurut pandangan Puspo, di Indonesia franchise yang kini sedang berkembang kebanyakan hanya menjajakan sistem dan konsep bisnis saja tanpa mengindahkan kekuatan suatu produk. “Padahal, produk itu kunci sukses sebuah bisnis, tapi saya lihat di berbagai pameran kebanyakan mereka yang belum memiliki produk unggulan sudah berani menjual franchise. Akhirnya bisnis franchiseenya tidak bisa bertahan lama,”bebernya seraya berujar, sebab itu, prinsip bisnis saya adalah menonjolkan kekuatan produk dulu, sedangkan soal konsep dan sistem bisnis biarlah sambil berjalan.

Zaziri
Sumber : Majalah Franchise

Tidak ada komentar :

Posting Komentar