Wong Solo

Wong Solo

Kamis, 03 April 2014

Sejarah Wong Solo

Sejak Tahun 1991

Kerja ulet Puspo Wardoyo yang mantan guru SMA Negeri di Blabak, Muntilan, Jawa Tengah ini hasilnya benar-benar gemilang. Dari warung kaki lima di Jl. SMA II Padang Golf Polonia Medan, yang berdiri sejak 18 April 1991 kini berkembang menjadi salah satu rumah makan besar yang merekrut ribuan tenaga kerja dan outlet-outletnya menjadi salah satu restoran favorit di kota di mana Wong Solo berada.
Puspo Wardoyo, merintis waralaba Ayam Bakar Wong Solo hingga menjadi sebesar sekarang ini dimulai dari titik paling bawah. Ia pernah menjajakan ayam bakar di kaki lima. Sejak kecil Puspo sudah terbiasa berurusan dengan ayam. Orangtuanya penjaja ayam. Pagi hari, Puspo kecil membantu menyembelih ayam untuk dijual di pasar. Siang sampai malam, ia membantu orangtuanya menjajakan menu siap saji seperti ayam goreng, ayam bakar, dan menu ayam lainnya di warung milik orangtuanya di dekat kampus UNS Solo.

Modal Rp 700.000

Dengan modal Rp 700.000 yang kemudian ia manfaatkan sebagai modal membangun warung kaki Lima di bilangan Polonia Medan. Pada awal perantauannya ke Medan, Puspo wardoyo, sama sekali tak menyangka jika usaha warung ayam bakar “Wong Solo” akan berkembang seperi sekarang. Maklum, rumah makan yang dibukanya hanyalah sebuah warung berukuran sekitar 3×4 meter di dekat bandara Polonia, Medan. Setahun pertama dia hanya mampu menjual 3 ekor ayam per hari yang dibagibagi menjadi beberapa potong. Harga jual per potongnya Rp 4.500 plus sepiring nasi.

Berawal dari Membantu Karyawan

pada suatu peristiwa dialamai oleh keluarga karyawati yang terjerat hutang sebesar Rp 800.000, yang kalau tidak bisa melunasi hari itu, rumahnya akan di sita. Dengan penuh keihkalasan, Puspo mengambil tabungannya di bank yang waktu itu berjumlah Rp 1.500.00. Lalu diberikan pada karyawan itu untuk membayar hutang.
dinyana, ternyata karyawan itu punya tetangga wartawan sebuah koran di Medan dan lalu mengajaknya untuk menemui Pupso Wardoyo. Dari perbincangan dengan wartawan itulah, keesokan paginya ada ekspose di koran tersebut yang berjudul “Sarjana buka Ayam Bakar Wong Solo”. Fantastik, jika semula sehari habis lima ekor ayam, sejak itu setiap hari harus menyiapkan 300 ekor ayam.
tahun kedua, naik menjadi 10 ekor ayam per hari Namun sekarang, 19 tahun kemudian, Ayam Bakar Wong solo memiliki lebih dari 115 cabang tersebar di medan, Banda Aceh, Padang, Solo, Denpasar, Pekanbaru, Surabaya, Semarang, Jakarta, Malang hingga Papua. Meskipun masih mengandalkan ayam bakar, namun menunya kini makin beragam hingga 100 jenis. Meskipun menunya sama, tapi cita rasanya beda. Itulah ciri khas rumah makan Ayam Bakar Wong Solo. Konsumen Wong Solo datang dari segala segmen. Mulai kalangan bawah sampai para petinggi negara. Cita rasanyapun digemari pelbagai etnis, sehingga keberadaan Wong Solo benar-benar mendapat perhatian dan diterima semua lapisan.

Visi dan Misi

Visi
Rumah Makan Halalan Thayyiban demi upaya penyelamatan dari siksa Api Neraka dengan (QS.as-Shaff:10-11) sebagai Landasan Filosofinya.
Misi
1. Menyajikan produk-produk makanan halal untuk hidup yang lebih berkah dan berkualitas.Menghadirkan Pelayanan dengan Manajemen Islami yang professional, memuaskan, ramah, santun dengan pelayanan yang total (total service).
2. Terus mengembangkan usaha ke arah yang lebih baik lewat inovasi dan teknologi.
3. Meningkatan efektifitas operasional dengan dan kualitas organisasi dan menejemen yang baik.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar